Senin, 17 Mei 2021

ABCD (Asset Based Community Development) dalam Pembelajaran Berpihak Pada Murid, Bisakah?

 


Asset Based Community Development atau Pengembangan Komunitas Berbasis Aset (PKBA) merupakan suatu kerangka kerja yang dikembangkan oleh John McKnight dan Jody Kretzmann, di mana keduanya adalah pendiri dari ABCD Institute di Northwestern University. ABCD dibangun dari kemampuan, pengalaman, pengetahuan, dan hasrat yang dimiliki oleh anggota komunitas, kekuatan perkumpulan lokal, dan dukungan positif dari lembaga lokal untuk menciptakan kehidupan komunitas yang berkelanjutan (Kretzman, 2010). 12 Pendekatan Pengembangan Komunitas Berbasis Aset (PKBA) muncul sebagai kritik terhadap pendekatan konvensional atau tradisional yang menekankan pada masalah, kebutuhan, dan kekurangan yang ada pada suatu komunitas. Pendekatan tradisional tersebut menempatkan komunitas sebagai penerima bantuan, dengan demikian dapat menyebabkan anggota komunitas menjadi tidak berdaya, pasif, dan selalu merasa bergantung dengan pihak lain. Pendekatan Pengembangan Komunitas Berbasis Aset (PKBA) menekankan pada nilai, prinsip dan cara berpikir mengenai dunia. Pendekatan ini memberikan nilai lebih pada kapasitas, kemampuan, pengetahuan, jaringan, dan potensi yang dimiliki oleh komunitas.

Pendekatan PKBA menekankan dan mendorong komunitas untuk dapat memberdayakan aset yang dimilikinya serta membangun keterkaitan dari aset-aset tersebut agar menjadi lebih berdaya guna. Kedua peran yang penting ini menurut Kretzman (2010) adalah jalan untuk menciptakan warga yang produktif. Pendekatan Pengembangan Komunitas Berbasis Aset menekankan kepada kemandirian dari suatu komunitas untuk dapat menyelesaikan tantangan yang dihadapinya dengan bermodalkan kekuatan dan potensi yang ada di dalam diri mereka sendiri, dengan demikian hasil yang diharapkan akan lebih berkelanjutan. Pendekatan Pengembangan Komunitas Berbasis Aset berfokus pada potensi aset/sumber daya yang dimiliki oleh sebuah komunitas. Selama ini komunitas sibuk pada strategi mencari pemecahan pada masalah yang sedang dihadapi.

Pendekatan PKBA merupakan pendekatan yang digerakkan oleh seluruh pihak yang ada di dalam sebuah komunitas atau disebut sebagai community-driven development. Di dalam buku ‘Participant Manual of Mobilizing Assets for Community-driven Development’ (Cunningham, 2012) menuliskan perbedaannya dengan pendekatan yang dibantu oleh pihak luar. Penjelasan yang ada sebetulnya ditujukan untuk pengembangan masyarakat, namun tetap bisa kita implementasikan pada lingkungan sekolah karena sebetulnya adalah miniatur sebuah tatanan masyarakat di suatu daerah.

Pada kegiatan ini seorang CGP diminta untuk memaparkan cara memanfaatkan pengelolaan sumber daya dengan proses belajar murid. Lingkungan sekolah saya memiliki lahan yang luas, memiliki guru yang masih muda dan memiliki ruang serbaguna yang bisa menampung 300 orang dalam kegiatan yang berskala besar. Pada kegitan teori Penjasorkes, saya mengajak anak-anak dengan sebuah pembelajaran diluaar kelas. Saya bisa melakukan pembelajaran dibawah pohon yang rindang. Membentuk kelompok-kelompok kecil dalam diskusi luar kelas nantinya. Untuk kegiatan praktik olahraga, saya menggunakan lapangan olahraga yang teduh dan juga memiliki saran yang memadai.  Saya bisa membuat pembelajaran Game Team Tournament, Pembelajaran dalam kelompok kecil lainnya. Anak-anak saya minta untuk mengeksplorasi materi yang sudah dipahami terlebih dahulu, agar siswa dapat mengambil nilai-nilai positif dalam kegiatan pembelajaran yang lebih bermakna. Lingkungan yang jauh dari hiruk pikuk kendaraan membuat saya tidak terlalu khawatir terhadap keamanan siswa dalam melaksanakan kegiatan.



Sekolah saya juga mempunyai  proyektor dan juga masing-masing kelas memiliki laptop. Laptop ini selain milik sekolah guru-guru juga memilikinya. Presentasi kelompok juga banyak dilakukan siswa dalam kegiatan ini. Selain itu saya juga memiiki e-learning pribadi yaitu www.e-penjas.online . Memang ada perubahan siswa saat belajar mengguakan media elektronik dan tidak. Pada saat menggunakan media elektronik siswa menjadi fokus dan setelah kegiatan tersebut terlihat siswa menggunakan elearning dalam pembelajaran mandiri di kelas.



Pelaksanaan pembelajaran di sekolah saya menggunakan pembelajaran berdiferensiasi. Kegiatan ini dapat terlihat dari kegiatan di e-learning saat pembelajaran dikelas dengan kesepakatan kelas. Kesepakatan kelas ini dibuat oleh siswa dan dibimbing oleh guru. Dengan membuat kesepakatan kelas siswa memang terlihat tenang dan mematuhi aturan yang sudah mereka buat. Guru juga tidak lagi memaksakan siswa untuk harus bisa dengan materi yang ada di sekolah, disini guru paham bahwa siswa memiliki kelebihan sesuai kodrat alam mereka. Tugas guru disini adalah menemukan kelebihan mereka tersebut sehingga apabila mereka paham dengan kelebihan yang mereka punya mereka bisa melatih dan mengembangkan potensi yang mereka miliki tersebut.

Pada saat sebelum mengikuti guru penggerak saya sudah terbiasa membawa siswa ke lingkungan sekolah. Kami memang banyak melakukan praktik-praktik kecil sederhana di luar kelas. Saya juga sering menggunakan proyektor dalam proses pembelajaran. Namun saya masih memberikan tugas yang sama kepada seluruh siswa. Setelah mengikuti PGP angkatan 1 ini saya lebih memahami kelebihan yang dimiliki siswa. Dalam pemberian tugas pun saya memberikan pilihan kepada siswa boleh lewat tulisa, suara atau dalam bentuk gambar. Siswa juga terlihat lebih bersemangat dalam mengerjakan tugas yang saya berikan tersebut. Saya juga mulai membuat kesepakatan kelas bersama siswa. Saya melihat ide-ide cemerang yang dikemukakan oleh siswa.

Previous Post
Next Post

post written by:

0 Post a Comment: